Aqila Qisya, Siswi SD dari Carat, Calon Pelestari Macapat
Pasuruan_lumbungberita.id
Malam masih belum begitu larut ketika suara merdu Macapat mengalun di Situs Pacinan, Dusun Raos, Desa Carat, Kecamatan Gempol, Kamis (10/7/2025).
Ditemani penerangan yang temaram, seorang gadis kecil dengan tenang melantunkan Macapat. Ya, dialah Aqila Qisya Al Humairah, pelajar kelas 6 SDN Carat 2, yang malam itu memukau hadirin dengan tembang Macapat berjudul Kinanthi.
Tak banyak yang menyangka bahwa ini adalah penampilan perdananya membawakan Macapat. Tanpa canggung, tanpa gugup. Qisya—begitu ia biasa disapa—membawakan puisi tradisional Jawa itu dengan penuh percaya diri, seolah panggung adalah rumah keduanya.
Darah seni memang mengalir deras dalam tubuh gadis kelahiran 2013 ini. Ibunya, Tri Agustiningsih, adalah sosok yang membesarkan Qisya dalam suasana penuh irama.
Sejak usia 3 tahun, Qisya sudah dipeluk dunia musik. Hadiah sebuah gitar dari seorang musisi keroncong menjadi awal kisahnya. Dari kecil, telinganya akrab dengan tembang-tembang Macapat yang sering dilantunkan sang kakek.
Namun, bukan lembaga pendidikan seni yang mula-mula membentuk kemampuannya. Justru Youtube yang menjadi guru pertamanya.
Di balik layar gawai, Qisya diam-diam belajar menyanyi dan bermain gitar secara otodidak. Baru pada Januari 2025, orangtuanya mengikutkan Qisya dalam kursus vokal dan musik secara formal.
Hasilnya? Sederet prestasi ia hasilkan dari berbagai lomba menyanyi dan bermain gitar. Kota demi kota. Panggung demi panggung ia taklukan. Hingga akhirnya, malam ini, Qisya kembali pada akar budaya: Macapat.
“Belajar sendiri dari YouTube. Dulu sering dengar tembang Macapat dari Mbah Kung,” ujarnya polos saat ditemui Lumbung Berita di tempat acara.

Ketika ditanya soal penampilannya, ia tersenyum ringan. Ia mengaku sama sekali tak grogi. Tempaan lomba membuatnya tenang menguasai panggung.
“Alhamdulillah, tidak grogi sama sekali. Sudah terbiasa ikut lomba. Menyanyi dan Macapat sama-sama punya tantangan. Tapi menyenangkan,” tutur Qisya.
Tembang Kinanthi yang ia bawakan sukses memukau penonton, termasuk Kepala Desa Carat, Fatoni, yang menyampaikan apresiasi langsung usai penampilan. Fatoni bangga Carat mempunyai generasi penerus seniman dan budayawan.
“Sebagai kepala desa, saya sangat bangga atas munculnya bibit-bibit penerus seniman dan budayawan di Desa Carat. Anaknya memang multi talenta. Kami berharap Mbak Qisya terus belajar dan semangat melestarikan budaya,” ujarnya.
Ya, tak hanya menjadi kebanggaan keluarga, Qisya kini menjadi secercah harapan bagi pelestarian budaya lokal, terutama Macapat, di tengah gempuran budaya modern. Langkah kecilnya malam ini, bisa jadi awal bagi gelombang baru regenerasi seniman desa.
Di “panggung” yang sederhana itu, suara kecil Qisya telah menyentuh sesuatu yang lebih besar: Rasa dan harapan akan lestarinya warisan budaya Jawa di masa depan.
Jurnalis: Indra
Share this content: