Pandaan Boyong Juara Bangil Carnival 2025, Kolaborasi Spektakuler Hadirkan Kisah Gajah Mada

Pasuruan_lumbungberita.id
Bangil Carnival 2025, Minggu (21/9), menjadi panggung kebanggaan bagi Kecamatan Pandaan. Di tengah gegap gempita parade edisi perdana itu, Pandaan mencuri perhatian sekaligus mengukir prestasi: Menyabet gelar juara pertama berkat suguhan seni yang memukau dan kekompakan warganya.

Bukan hanya sekadar tampil rapi. Pandaan benar-benar menghidupkan sejarah. Camat Pandaan, Timbul Wijoyo, menanggalkan status formalnya dan berubah menjadi Hayam Wuruk. Ia berjalan bersama Eko Widiyatmo, Ketua Kadin Kabupaten Pasuruan yang gagah memerankan Gajah Mada.

“Alhamdulillah, kami semua kompak. Ada legislator, ada pemerintah. Lalu pengusaha ikut, sekolah ikut, pelaku budaya juga turun langsung,” ungkap Timbul saat ditemui di Kantor Camat Pandaan, Selasa (23/9/2025).

Penampilan Pandaan dibuka dengan dentuman energik Gita Smanda Marching Band dari SMAN 1 Pandaan. Band yang tahun ini akan mewakili Jawa Timur di Jakarta Drum Corps Internasional itu membawakan lagu “Pesta”. Sebuah lagu yang menggambarkan keceriaan menyambut Hari Jadi Kabupaten Pasuruan ke-1096.

Sorakan riuh dan ratusan mata mengiringi langkah sang gita pati, Fairuz Zahirotul Faizah, siswi SMAN 1 Pandaan yang pernah membawa baki bendera pada upacara kemerdekaan di Grahadi Surabaya.

Kejutan berikutnya datang dalam bentuk miniatur Masjid Cheng Hoo, simbol harmoni dan nilai religius di Pandaan. Siapa sangka replika itu dirakit hanya dalam empat hari oleh guru-guru SMAN 1 Pandaan?

“Kami sempat was-was. H-1 jam 11 malam masih belum rampung. Akhirnya selesai jam 1 pagi dan berangkat setengah 3,” tutur Timbul, mengenang detik-detik penuh adrenalin.

Namun yang paling memikat adalah sendratari “Gajah Mada dari Pandaan untuk Kemajuan dan Kesatuan Nusantara.” Alunan musik syahdu, narasi penuh karakter, dan kostum adat membuat penonton serasa berada di era Majapahit.

“Para penari memakai kostum adat dari seluruh Indonesia. Ini menggambarkan bahwa Gajah Mada berhasil menyatukan nusantara,” ungkapnya.

Dalam kisah ini, diceritakan bahwa Pandaan sebagai tanah kelahiran Gajah Mada. Diperkuat dengan catatan tempat kelahiran Gajah Mada yang terletak di antara Gunung Kemukus dengan Gunung Pawitra dan dulu dikenal bernama Paundak Pundakan.

Sanggar Tari Prapanca menjadi otak kreatif di balik produksi sendratari tersebut. Dengan waktu persiapan hanya seminggu, sekitar 60 anak muda dikerahkan. Soal biaya pun tak membuat gentar.

“Ada kebutuhan di luar anggaran. Kami sepakat patungan dan swadaya. Semua demi penampilan terbaik,” ungkap Timbul.

Fragmen sendratari menggambarkan perjalanan rombongan Majapahit—dipimpin Gajah Mada, Hayam Wuruk, dan Ratu Tribhuwana Tunggadewi—dari Trowulan menuju Lumajang-Singosari-Candi Jawi, berhenti sejenak di Candrawilwatikta.

Puncaknya ketika Gajah Mada berhasil membuktikan sumpah amukti palapa dan menyatukan nusantara. Adegan ini menjadi gong penampilan Pandaan dan disambut tepuk tangan panjang dari penonton.

“Kemenangan ini kemenangan bersama. Kami mengapresiasi kepada SMAN 1 Pandaan, Sanggar Tari Prapanca, Muspika, Legislator Andri Wahyudi, Kadin Pak Eko, dan pihak-pihak yang telah membantu Tim Karnaval Pandaan,” pungkasnya.

Ya, bagi Pandaan, kemenangan ini bukan sekadar trofi, tetapi bukti kekuatan kebersamaan. Seperti makna dari tiap-tiap penampilannya, Pandaan seolah memberi pesan, bahwa kecamatan ini tempat lahirnya generasi muda kreatif yang menjunjung budaya dan keimanan.

Jurnalis: Indra

Share this content:

error: Content is protected !!